Oleh: Bono Irawan
Di pagi yang cerah di Jalan Jenderal Sudirman, deretan bus oranye-putih dengan kaca lebar dan pendingin udara menyala perlahan memasuki halte. Logo Balikpapan City Trans—akrab disebut Bacitra—terpampang jelas di sisi badan bus. Suara mesin yang halus memecah riuh lalu lintas kota minyak. Pemandangan ini, yang kini menjadi bagian keseharian warga, menyimpan cerita panjang: dari sambutan meriah, gesekan dengan sopir angkot, hingga akhirnya menjadi simbol modernisasi transportasi Balikpapan.
Lahirnya Transportasi Kota yang “Naik Kelas”
Bacitra resmi mengaspal pada 8 Juli 2024, diluncurkan Pemerintah Kota Balikpapan melalui skema Buy The Service (BTS). Saat itu hanya ada sekitar enam unit yang menguji trayek perdana. Konsepnya mirip Transjakarta, lengkap dengan halte khusus, sistem pembayaran digital, dan aplikasi Mitra Darat yang memudahkan penumpang melacak posisi bus secara real time.
Tiga koridor utama langsung dibuka:
Koridor A: Pelabuhan Semayang – Bandara SAMS Sepinggan (±26,6 km)
Koridor B: Terminal Batu Ampar – Jl. A. Yani – Jl. M.T. Haryono – kembali ke Terminal Batu Ampar (±20,6 km)
Koridor C: Terminal Batu Ampar – Jl. M.T. Haryono
Trayek ini menghubungkan titik strategis seperti pelabuhan, bandara, terminal, dan pusat kota.
Riuh di Awal: Antara Angkot dan Bus Modern
Tak lama setelah roda Bacitra mulai berputar, riak protes pun muncul. Sopir angkot mengeluh pendapatan menurun hingga 50 persen akibat penumpang beralih ke bus yang saat itu masih gratis. Beberapa kali aksi demo sopir angkot berlangsung, bahkan sempat memaksa Dishub menghentikan operasional Bacitra sementara untuk membuka ruang mediasi.
Pemerintah menawarkan skema sinergi—angkot menjadi feeder pengumpan penumpang ke Bacitra—serta opsi subsidi dan penataan ulang trayek. Perlahan, ketegangan mereda. Kini, Bacitra dan angkot sama-sama hadir di jalanan Balikpapan, saling melengkapi alih-alih berebut lahan.
Kini: Tenang, Nyaman, dan Lebih Teratur
Setahun berjalan, Bacitra menambah jumlah unit dan memperluas layanan. Warga kota mulai terbiasa mengandalkan bus ini untuk mobilitas harian. Suasana di dalam bus terasa berbeda dibanding moda transportasi lama: pendingin udara yang dingin, kursi bersih, bebas asap rokok, dan suara mesin yang tenang.
Bagi banyak penumpang, Bacitra adalah jawaban dari keinginan transportasi publik yang aman dan nyaman. “Dulu panas-panasan, sekarang adem. Ongkos gratis pula,” ujar Rina, mahasiswa yang kerap menggunakan Bacitra untuk kuliah.
Selain faktor kenyamanan, Wali Kota menilai kehadiran Bacitra turut membantu mengurai kemacetan dan mengurangi polusi. Masyarakat yang sebelumnya selalu bergantung pada kendaraan pribadi mulai beralih ke transportasi publik.
Plus-Minus Bacitra di Mata Warga
Keunggulan:
Nyaman, bersih, dan ber-AC.
Rute strategis menghubungkan fasilitas penting.
Gratis hingga 2027 sesuai skema BTS.
Lebih teratur dengan sistem halte dan jadwal.
Kekurangan:
Unit dan jalur masih terbatas, belum menjangkau wilayah pinggiran.
Masa depan tarif belum pasti setelah 2027.
Integrasi dengan moda lain masih butuh penguatan.
Transportasi Massal Balikpapan: Menuju Masa Depan yang Rapi
Balikpapan memang belum sepenuhnya terbebas dari macet, tetapi hadirnya Bacitra telah membawa warna baru: lebih tertib, teratur, dan sejuk—baik dari suhu di dalam bus, maupun dari suasana di jalanan. Konflik yang dulu panas kini berganti sinergi, dan warga kota minyak ini mulai menikmati manfaat transportasi massal yang lebih modern.
Bacitra bukan sekadar bus kota. Ia adalah gambaran Balikpapan yang bergerak menuju masa depan—di mana perjalanan tidak hanya soal sampai tujuan, tetapi juga tentang kenyamanan, keteraturan, dan kebersamaan. (ek)