Jakarta – Kejaksaan Agung Republik Indonesia menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek digitalisasi pendidikan atau Chromebook Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2020–2022.
Kasus ini melibatkan proyek pengadaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) senilai lebih dari Rp9,3 triliun yang bersumber dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Program tersebut ditujukan untuk sekolah-sekolah di seluruh Indonesia, termasuk wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), namun belakangan terindikasi sarat penyimpangan.
Empat tersangka yang ditetapkan, yaitu SW – Direktur Sekolah Dasar sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran 2020–2021, MUL – Direktur SMP pada Ditjen PAUD, Dikdasmen, JT – Staf Khusus Mendikbudristek, IBAM – Konsultan Teknologi di Kemendikbudristek
Diduga Rekayasa Juklak, Arahkan Produk ChromeOS
Keempat tersangka diduga kuat melakukan penyalahgunaan wewenang dengan mengatur pengadaan TIK agar hanya menggunakan sistem operasi ChromeOS dari Google, yang dinilai kurang sesuai terutama untuk kebutuhan pendidikan di daerah terpencil. Petunjuk pelaksanaan (juklak) disusun secara sepihak untuk memenangkan produk tertentu.
Bahkan, salah satu tersangka, JT, disebut telah merancang pengadaan sejak sebelum Mendikbudristek dilantik. Bersama IBAM, mereka menjalin komunikasi dengan pihak Google sejak 2019 dan membentuk tim tidak resmi bernama “Mas Menteri Core Team” untuk membahas strategi pengadaan.
Kegiatan pengadaan tersebut, menurut penyidik, tidak hanya cacat prosedur, tetapi juga menghasilkan perangkat yang tidak efektif digunakan guru dan siswa.
Total Kerugian Negara Mencapai Hampir Rp2 Triliun
Kejaksaan mengungkap bahwa tindakan para tersangka menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun, terdiri dari, mark-up harga laptop dan software sebesar Rp1,5 triliun dan pembelian software CDM senilai Rp480 miliar
Barang bukti yang telah disita antara lain dokumen kontrak, laptop, hard disk, handphone, serta hasil kajian teknis yang direkayasa. Hingga kini, tim penyidik telah memeriksa 80 orang saksi dan 3 ahli, serta menggali dugaan keterlibatan pihak-pihak lainnya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor serta Pasal 55 KUHP tentang persekongkolan, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
“Penetapan tersangka ini adalah bagian dari komitmen Kejaksaan dalam membersihkan tata kelola pengadaan barang dan jasa pemerintah dari praktik kotor,” tegas Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung.
Kejaksaan juga mengimbau publik untuk mengawal proses hukum dan memastikan bahwa proyek-proyek strategis nasional, khususnya di sektor pendidikan, tidak lagi menjadi lahan bancakan elite birokrasi dan swasta. (ah)