Oleh : Bono Irawan
Ketika langit masih jingga dan embun belum sepenuhnya menguap dari dedaunan, para petambak di Desa Babulu Laut sudah mulai menapaki pematang. Suara gemericik air bercampur desir angin laut menjadi musik latar dari aktivitas harian mereka: merawat tambak, memeriksa perangkap, dan menyambut rezeki yang datang dari udang dan kepiting.
Desa kecil yang terletak di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara ini mungkin tak setenar daerah pesisir lainnya. Tapi di balik ketenangan alamnya, Babulu Laut memegang peran penting dalam rantai pasok hasil laut di Kalimantan Timur.
“Setiap pagi kami angkut hasil panen ke darat. Kepiting dan udang langsung dikirim ke Balikpapan, kadang juga ke restoran besar,” ujar Pak Slamet, petambak yang sudah lebih dari dua dekade menggantungkan hidupnya di tambak warisan orang tuanya.
Udang vaname yang gemuk dan kepiting bakau bercangkang keras menjadi dua hasil unggulan desa ini. Air tambak yang bersih dan perawatan alami membuat daging hewan-hewan air itu terasa lebih manis dan kenyal. Tak heran jika banyak rumah makan di Balikpapan, Samarinda, hingga Tanah Grogot menggantungkan pasokan mereka dari Babulu Laut.
Di satu sisi tambak, Ibu Marni, istri Pak Slamet, sedang membersihkan sisa lumpur dari kepiting hasil panen. “Kalau musim bagus, sehari bisa dapat lima puluh kilo kepiting. Yang penting airnya bersih dan tidak terlalu asin,” tuturnya sambil tersenyum.
Sebagian besar warga Babulu Laut memang hidup dari tambak. Ada yang memiliki lahan sendiri, ada pula yang bekerja sebagai buruh tambak harian. Meski sederhana, kehidupan mereka mengalir tenang bersama pasang surut air, dan penuh harapan dari hasil panen hari esok.
Rantai Ekonomi yang Mengalir Hingga Kota
Tak hanya memberi penghidupan bagi warganya, hasil tambak dari Babulu Laut juga memberi dampak ekonomi yang luas. Banyak pedagang seafood di pasar-pasar tradisional mengambil dagangan dari desa ini. Bahkan, beberapa restoran besar secara rutin memesan langsung untuk memastikan kesegaran bahan baku.
“Kalau ditanya dari mana udang yang kami pakai, sebagian besar ya dari Babulu Laut,” ujar salah satu pemilik restoran seafood di kawasan Balikpapan Baru.
Bukan hanya cita rasa yang membuat mereka setia, tapi juga jaminan kontinuitas suplai yang dijaga baik oleh para petambak. Mereka telah menjalin kepercayaan yang berlangsung bertahun-tahun.
Tantangan dan Harapan
Namun di balik geliat ekonomi itu, Babulu Laut juga menyimpan tantangan. Akses jalan yang masih berlubang, keterbatasan teknologi tambak modern, hingga cuaca ekstrem yang sering melanda menjadi rintangan tersendiri.
“Kami butuh perhatian lebih. Kalau ada bantuan dari pemerintah berupa bibit atau pelatihan, itu sangat membantu,” ungkap Pak Slamet.
Meski begitu, semangat warga Babulu Laut tak surut. Di tengah arus besar pembangunan Ibu Kota Nusantara, mereka tetap setia dengan ladang air mereka—menyambut matahari dan menunggu hasil dari kerja keras tanpa banyak suara.
Karena di desa yang tenang itu, kehidupan bukan tentang kecepatan. Tapi tentang kesabaran. Tentang menanam, merawat, dan percaya bahwa laut dan tambak selalu punya cara memberi pulang. (ede)