Oleh : Bono Irawan
Kalimantan Tenggara tengah berada di persimpangan sejarah. Isu ini mulai menyeruak lagi. Gagasan untuk menjadikannya sebagai provinsi baru bukan hanya wacana kosong, tapi semakin mengkristal dengan berbagai kajian dan dukungan politik yang mulai menguat. Bila ini terwujud, wilayah Kalimantan Tenggara akan mencakup kabupaten-kabupaten dari Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan: Tanah Bumbu, Paser, Kutai Barat, Penajam Paser Utara (PPU), dan Kota Baru.
Tentu, pemekaran ini bukan sekadar menambah deretan provinsi baru di Indonesia. Ia membawa janji dan risiko dalam satu paket yang harus ditimbang secara bijak.
Janji Kemajuan dan Pemerataan
Dari sisi positif, pemekaran Kalimantan Tenggara bisa menjadi jawaban atas problem klasik pembangunan yang selama ini terasa “terpusat”. Jarak yang jauh dari pusat pemerintahan provinsi induk (seperti Samarinda atau Banjarmasin), kerap membuat daerah-daerah ini merasa terpinggirkan. Dengan menjadi provinsi sendiri, potensi lokal bisa lebih mudah dikelola secara mandiri—baik potensi pertanian, kehutanan, perikanan, maupun sektor pariwisata.
Lebih dari itu, hadirnya Kalimantan Tenggara sebagai provinsi baru juga membuka ruang bagi birokrasi yang lebih ramping dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Warga di PPU atau Tanah Bumbu, misalnya, tak perlu lagi menunggu terlalu lama untuk pengurusan izin atau mendapatkan perhatian atas infrastruktur rusak. Pemerintah provinsi yang dekat secara geografis dapat bergerak lebih cepat.
Daya Tarik Politik dan Ekonomi
Dari kacamata politik dan ekonomi, pemekaran ini jelas menjanjikan. Pemerintah pusat tentu ingin melihat daerah-daerah berkembang lebih merata, dan pemekaran adalah salah satu jalur percepatannya. Kalimantan Tenggara juga bisa menjadi penyeimbang antara Kalimantan Timur yang kini punya IKN (Ibu Kota Nusantara) dan Kalimantan Selatan yang lebih dahulu mapan.
Selain itu, pembentukan provinsi baru akan membuka peluang investasi. Investor cenderung lebih percaya pada daerah yang punya otoritas dan keleluasaan dalam mengelola regulasi dan perizinan. Di sinilah Kalimantan Tenggara bisa menarik perhatian—khususnya di sektor tambang, energi, dan agribisnis.
Namun, Tak Semua Cerita Berujung Manis
Di balik semua euforia, pemekaran bukan tanpa catatan kritis. Kita tahu, tak sedikit provinsi baru yang justru menyisakan tumpukan masalah: tumpang tindih kewenangan, minimnya kesiapan SDM birokrasi, bahkan konflik elit lokal yang berebut posisi strategis.
Jangan sampai pemekaran ini justru hanya memperluas wilayah administratif tanpa memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Gedung-gedung megah pemerintahan bisa dibangun, tapi jika sekolah masih kekurangan guru dan fasilitas kesehatan tertinggal, maka misi pemekaran jadi kehilangan makna.
Aspek anggaran juga patut dicermati. Mendirikan provinsi baru berarti menyiapkan biaya yang tidak sedikit—baik untuk operasional pemerintahan, pemilu lokal, pembangunan sarana baru, hingga pengangkatan ASN baru. Apakah semua kabupaten calon anggota provinsi ini telah siap secara fiskal dan administratif?
Kesiapan Sosial dan Budaya
Jangan lupakan pula aspek sosial. Masing-masing kabupaten punya identitas dan dinamika sosialnya sendiri. Apakah integrasi budaya bisa terjalin dengan harmonis? Bagaimana dengan aspirasi masyarakat adat? Ini bukan hanya soal garis batas, tetapi juga ikatan emosional dan sejarah lokal yang mesti dihargai.
Kesimpulan Penulis
Pemekaran Kalimantan Tenggara adalah peluang besar, tapi juga ujian besar. Jika hanya dilihat dari angka-angka dan peta potensi, semua tampak menjanjikan. Tapi seperti pengalaman daerah lain, yang lebih penting adalah komitmen jangka panjang—bukan sekadar ambisi politik sesaat.
Kalimantan Tenggara bisa menjadi provinsi yang tumbuh cepat, berdaya saing tinggi, dan sejahtera—jika seluruh prosesnya dijalankan secara inklusif, terencana, dan dengan niat tulus untuk memperbaiki nasib masyarakat. Namun jika tergesa-gesa dan penuh kepentingan jangka pendek, provinsi ini justru bisa jadi beban baru dalam peta otonomi daerah kita.
Indonesia tak butuh banyak provinsi, tapi butuh banyak daerah yang benar-benar maju dan berpihak pada rakyat.