Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Catatan

Ngopi di Pinggir Jalan: Ketika Street Kopi Jadi Gaya Hidup Anak Muda Balikpapan

20
×

Ngopi di Pinggir Jalan: Ketika Street Kopi Jadi Gaya Hidup Anak Muda Balikpapan

Sebarkan artikel ini
Foto : Redaksi

Oleh : Bono Irawan

Example 300x600

Malam mulai turun di Kota Balikpapan. Lampu-lampu kendaraan menyala, lalu lintas mulai lengang, tapi di sudut-sudut jalan kota, kehidupan baru justru dimulai. Di atas trotoar atau halaman parkir minimarket, deretan gerobak kopi berjejer sederhana. Ada meja lipat, kursi plastik, lampu temaram, dan aroma kopi yang mengepul. Inilah fenomena yang makin populer: street kopi—gaya ngopi pinggir jalan yang kini jadi budaya baru warga kota, khususnya kalangan muda.

Ngopi Tak Harus Mahal

Bukan rahasia, kopi telah lama menjadi bagian dari keseharian banyak orang Indonesia. Tapi belakangan, di Balikpapan, ngopi bukan lagi soal duduk di kafe fancy ber-AC, dengan harga segelas latte yang bisa menguras dompet. Kini, kopi bisa dinikmati dengan lebih santai, lebih murah, tapi tetap nikmat.

“Dulu ngopi mesti ke kafe. Sekarang cukup Rp10 ribu udah dapat kopi susu yang enak, nongkrong santai, dan suasananya asik,” ujar Fajar (22), mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Balikpapan, sambil menyeruput es kopi dari gelas plastik bertuliskan ‘Kesah Kopi’.

Rasa Bersaing, Harga Bersahabat

Tak hanya soal harga, banyak penikmat kopi menilai rasa kopi street kopi tak kalah dari kedai-kedai mainstream. Beberapa pelaku usaha bahkan menggunakan biji kopi lokal Kalimantan atau blend robusta-arabika yang diracik secara manual. Espresso dengan mesin portabel, susu segar, hingga gula aren menjadi bahan dasar kopi kekinian seperti kopi susu gula aren, kopi pandan, atau es kopi kelapa muda yang jadi favorit banyak pelanggan.

“Yang penting tekniknya benar, kopi bisa tetap enak. Sekarang banyak barista muda yang buka lapak sendiri, jadi kualitas juga makin bersaing,” ungkap Rama, pemilik Kopi Kanan Kiri, salah satu street kopi yang ramai di kawasan Balikpapan Baru.

Lebih dari Minuman, Ini Soal Budaya

Fenomena street kopi bukan sekadar tren kuliner. Ia telah menjadi ruang sosial alternatif. Di sinilah para anak muda berkumpul, bertukar cerita, berdiskusi, atau sekadar melepas penat setelah aktivitas seharian. Kopi menjadi medium; yang utama adalah suasana akrab, tanpa tekanan.

“Kopi itu teman ngobrol. Kadang kita nggak butuh topik berat, cukup duduk bareng, dan semua mengalir,” kata Fina (25), seorang pekerja lepas yang kerap menjadikan lapak kopi sebagai tempat kerja dadakan.

Bahkan banyak lapak yang menyediakan colokan listrik dan Wi-Fi—menjadikan tempat ini ramah bagi pekerja mobile dan konten kreator. Musik indie, kursi lipat, dan senyum akrab para penjual menjadi kombinasi khas dari suasana malam di Balikpapan.

Dari Trotoar untuk Semua

Kini, dari kawasan Klandasan, Gunung Malang, hingga Sepinggan, lapak-lapak kopi bermunculan dengan nama-nama unik: Kopi Titik Senja, Ngopi Sambil Nyantai, Kopi Bangku Hijau, dan banyak lagi. Rata-rata buka mulai sore hingga tengah malam.

Pemerintah daerah pun mulai melirik geliat ini sebagai bentuk ekonomi kreatif yang patut didukung, asalkan tetap menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan. Beberapa UMKM kopi jalanan bahkan sudah mulai bergabung dalam komunitas bersama, saling bantu soal bahan baku, promosi, hingga pelatihan barista.

Balikpapan, Kota Kopi Jalanan

Jika dulu Balikpapan dikenal dengan pantainya, kini ia juga dikenal sebagai kota dengan budaya kopi jalanan yang hidup. Dari sekadar minuman, kopi telah menjelma menjadi simbol pertemuan, relasi sosial, bahkan gaya hidup.

Dan malam-malam di Balikpapan, kini tak lagi sepi. Di setiap sudut jalan, aroma kopi menyambut siapa saja yang ingin duduk sejenak, berbincang, atau hanya menikmati waktu. (ede)

Aksi warga Pati di alun-alun
Catatan

Oleh: Ocky Anugrah Mahesa Pati mungkin saja menjadi…