Pemerintah Amerika Serikat telah mengakui bahwa mereka menggunakan Canary Mission — sebuah situs web pro-Israel yang penuh kontroversi — untuk mengidentifikasi mahasiswa pro-Palestina agar dideportasi. Pengakuan ini memicu kemarahan dan kekhawatiran dari para pembela hak asasi manusia.
Para aktivis selama ini telah mencurigai bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump mengumpulkan informasi dari situs Canary Mission untuk menargetkan mahasiswa dan dosen yang bersuara kritis terhadap Israel.
Peter Hatch, seorang agen dari lembaga Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE), mengatakan bahwa lembaganya telah membentuk tim khusus — yang dijuluki sebagai “tiger team” — untuk menangani proses deportasi terhadap mahasiswa pro-Palestina di kampus-kampus.
Dalam kesaksiannya di pengadilan, Hatch menyebut bahwa beberapa informasi tentang mahasiswa diperoleh secara verbal, dan tim tersebut juga menelusuri hampir 5.000 profil individu yang telah dikumpulkan oleh Canary Mission — yang diketahui berisi data pribadi para pengkritik Israel.
“Jadi, maksud Anda seseorang mengatakan, ‘Ini adalah daftar dari Canary Mission?’” tanya Hakim William Young dalam sidang tersebut, sebagaimana tercatat dalam transkrip pengadilan.
Hatch menjawab singkat, “Ya.” dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (12/7/2025)
Heba Gowayed, seorang profesor sosiologi di City University of New York (CUNY), menyebut tindakan pemerintah itu “absurd dan fasis.” “Canary Mission adalah situs doxxing (penyebaran data pribadi) yang secara khusus menargetkan orang-orang karena pandangan pro-Palestina mereka, yang oleh situs tersebut dianggap sebagai anti-Semitisme. Tujuan utamanya adalah untuk mengintimidasi dan menyakiti mereka,” ujar Gowayed. (ede)
