Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Catatan

Sound Horeg: Meriahkan Malam, Resahkan Tetangga

19
×

Sound Horeg: Meriahkan Malam, Resahkan Tetangga

Sebarkan artikel ini
Foto: Istimewa

Oleh: Bono Irawan

Example 300x600

Dentuman musik remix membelah malam, lampu kelap-kelip berpadu dengan teriakan MC yang memanaskan suasana. Inilah fenomena yang belakangan akrab disebut sound horeg—tata suara berdaya besar yang kerap digunakan warga untuk hajatan, sunatan, hingga ulang tahun di kampung-kampung.

Di banyak sudut desa khusunya Jawa Timur dan Jawa Tengah, fenomena ini kian merebak. Anak-anak muda menyambutnya sebagai bentuk hiburan alternatif yang murah dan menghibur, terlebih di daerah yang minim tempat hiburan umum. Namun di sisi lain, warga yang tinggal tak jauh dari lokasi acara sering kali merasa terganggu, terutama saat suara menggelegar berlangsung hingga tengah malam.

Di Balik Kegembiraan, Ada Gelisah yang Tertahan

Bagi sebagian orang, sound horeg menjadi jawaban atas kerinduan mereka terhadap ruang berkumpul, bersuka cita, dan bergembira bersama. Musik yang menggelegar dianggap sebagai pemicu semangat. Operator sound system, penyewa lighting, hingga tukang tenda ikut kecipratan rezeki. Fenomena ini secara tak langsung menggairahkan ekonomi mikro berbasis komunitas.

Tapi tidak semua bisa merayakannya dengan senyum. Warga yang harus bekerja pagi, orang tua dengan bayi kecil, atau lansia yang butuh ketenangan, sering menjadi pihak yang harus mengalah. Mereka tak bisa tidur, gelisah dengan dentuman yang tak kunjung henti. Belum lagi kekhawatiran soal keamanan, kemacetan, dan kebisingan yang melebihi batas toleransi.

Dentuman yang Perlu Diatur

Sound horeg pada dasarnya bukanlah masalah, selama dikemas dan dikelola dengan baik. Ia menyatukan warga dalam hiburan yang kolektif, memutar lagu-lagu lokal hingga modern, menjadi ruang ekspresi bagi remaja desa yang tak punya tempat kongkow.

Namun ketika ekspresi tak mengenal batas, ia bisa menjelma menjadi gangguan. Di sinilah pentingnya regulasi dan empati. Pemerintah desa perlu hadir sebagai penengah—bukan pelarang, tapi pengatur. Warga perlu diberi pemahaman bahwa menyenangkan diri sendiri tidak boleh menyakiti kenyamanan orang lain.

Pembuatan izin lingkungan, pembatasan jam operasional, hingga penetapan standar volume adalah langkah realistis. Keseimbangan antara hak untuk hiburan dan hak untuk istirahat harus dijaga. Sound horeg bisa tetap bergema, asal tidak membuat yang lain terpaksa memendam keluh dan amarah dalam diam. (ek)

Aksi warga Pati di alun-alun
Catatan

Oleh: Ocky Anugrah Mahesa Pati mungkin saja menjadi…