Di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat dan makanan alami, sourdough muncul sebagai bintang baru di dunia kuliner. Roti yang dikenal dengan rasa asam khas dan teksturnya yang renyah di luar namun empuk di dalam ini, kini tengah viral di media sosial dan jadi andalan di kafe-kafe artisan.
Bukan sekadar tren musiman, sourdough menyita perhatian karena menawarkan lebih dari sekadar rasa. Dibuat dari starter alami — campuran tepung dan air yang difermentasi selama beberapa hari — sourdough tidak menggunakan ragi instan, pengembang kimia, atau pengawet. Proses ini menghasilkan roti dengan profil rasa kompleks dan manfaat kesehatan yang kian digemari masyarakat urban.
Pandemi beberapa tahun lalu menjadi titik awal bangkitnya budaya “home baking”. Kala itu, banyak orang mencoba membuat sourdough sendiri di rumah, mencampur starter, memberi “makan” tiap hari, dan mencetak roti pertama mereka dengan penuh antusiasme. Kini, tren tersebut tidak hanya bertahan, tapi meledak kembali dengan sentuhan gaya hidup sehat dan lokalitas.
Di Jakarta, Surabaya, hingga kota-kota besar lain, kafe dan toko roti mulai menambahkan sourdough ke daftar menu utama. Postingan Instagram dan TikTok dipenuhi cuplikan sourdough bertekstur berlubang dan dipadukan dengan topping seperti alpukat, telur rebus, atau selai homemade. Banyak netizen bahkan menyebut sourdough sebagai “roti yang punya jiwa”.
Menurut ahli gizi, sourdough memang memiliki nilai lebih. Proses fermentasinya membantu menguraikan gluten, meningkatkan kadar antioksidan, dan menghadirkan probiotik alami. Beberapa orang dengan sensitivitas gluten ringan mengaku lebih nyaman mengonsumsi sourdough dibanding roti putih biasa.
“Ini bukan cuma soal tren, tapi pilihan makan yang lebih alami. Banyak pelanggan kami bilang, perut terasa lebih ringan setelah makan sourdough,” ujar Liana, pemilik bakery lokal di Balikpapan yang kini kebanjiran pesanan sourdough sejak awal Juli.
Bahkan kini mulai bermunculan komunitas pembuat starter sourdough rumahan, serta kursus offline dan online untuk membuat sourdough dengan metode “no-knead” atau fermentasi dingin.
Yang membuat sourdough digemari bukan hanya manfaat kesehatannya, tetapi juga aspek kesabaran dan proses yang “meditatif”. Banyak pembuat roti mengatakan bahwa membuat sourdough seperti membangun hubungan: memberi makan starter, menunggu adonan mengembang perlahan, dan memotong roti hangat di pagi hari adalah bagian dari ketenangan hidup yang kini makin dicari.
Tak heran jika roti ini kini bukan sekadar panganan, tapi simbol dari gaya hidup mindful.
Melihat antusiasme masyarakat, sourdough tampaknya tidak akan hilang begitu saja. Baik sebagai pilihan sarapan sehat, hadiah hampers, atau usaha rumahan, sourdough telah menemukan tempatnya di hati konsumen Indonesia.
Kalau kamu belum pernah mencoba sourdough, mungkin inilah saatnya untuk ikut mencicipi roti dengan rasa, cerita, dan filosofi. (ede)